Sisi Rentan “One Man One Vote”
Sunday, April 13, 2014 Diposkan oleh Arul
“One Man One Vote” adalah bagian
dari demokrasi yang dianut saat ini dan merupakan copy paste dari sistem
demokrasi negara-negara barat yang sudah memiliki tingkat pendidikan &
kemakmuran yang tinggi.
Siapapun yang akan jadi pemimpin,
gubernur, kepala daerah, atau bupati, bahkan presiden, tidak ditentukan atas
pertimbangan, pemikiran & referensi orang-orang yang alim (berilmu) yg
memiliki intelektual tinggi, pengetahuan yg luas, namun sistem ini sangat mungkin
‘melahirkan’ pemimpin yang dipilih oleh 'rakyat yang tertipu', orang-orang
bodoh & jahil bahkan orang tak waras sekalipun. Karena semua warga negara
(yg sudah berhak memilih) mempunyai hak & nilai yang sama, yaitu ‘satu
suara’ untuk setiap ‘satu orang’. Suara seorang profesor sama nilainya dengan
suara seorang bromocorah, suara orang alim sama nilainya dengan suara seorang
pendosa, dan lain sebagainya.
“One Man One Vote” membuka peluang
bagi siapa saja yang berkepentingan terhadap kekuasaan, yang akan berusaha
memperoleh suara sebanyak-banyaknya dengan cara apapun agar kekuasaan dapat
diraih. Salah satu senjata yang paling efektif adalah menggunakan media
massa. Media massa menjadi wadah penting untuk merekayasa popularitas demi
elektabilitas.
Kemiskinan negeri ini menunjukkan
angka yang signifikan untuk dijadikan sumber daya ‘mendulang suara’. Mengapa?
karena kemiskinan adalah wilayah yang mudah dibeli dengan janji, gampang
termakan oleh iklan. Kemiskinan tercipta oleh tingkat pendidikan yang rendah dan
pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi cara berpikir & telaah sehingga
rentan ‘dibawa kemana-mana’. Proses pembodohan akan terus berlangsung agar
kualitas rendah tetap terjaga, hanya dengan memberi mimpi-mimpi bak cerita
telenovela. Kemiskinan menjadi indikator kualitas sumber daya manusia yang
lemah tak berdaya namun ladang suara calon penguasa, kemiskinan dipelihara.
Bergantungnya masyarakat pada
eksistensi media massa & media sosial hingga menempatkannya sebagai jendela
dunia informasi dalam banyak hal membuat sebagian masyarakat dengan mudah
dijadikan sasaran empuk dalam upaya ‘pencucian otak’ dan ‘pencitraan’ untuk
seorang calon penguasa yang bisa dibuat nampak menjadi mulia.
Bahkan kabarnya perkembangan
tehnologi dimanfaatkan pula sebagai kendaraan untuk menggiring opini dengan
membentuk ”Tim Cyber & IT” demi pemenangan tokoh tertentu. Tak haram memang
dalam aturan permainan politik yang memanfaatkan media massa & tehnologi
ini tetapi ongkos yang tinggi hanya bisa dipenuhi oleh pemodal besar, yaitu pengusaha
& cukong-cukong yang berambisi melebihi kandidat calon pemimpin yang
dibeli.
Belum lagi ditambah oleh pemilih
pemula & angka tambahan ‘suara massa mengambang’ yang juga potensial untuk
dibeli & ditukar dengan janji-janji, semua itu adalah lumbung-lumbung suara
(=angka).
Terpilihnya seseorang untuk menjadi
pemimpin disebabkan oleh keberhasilan merekayasa dan membuat pencitraan melalui
media-media mainstream yang berpihak terhadap seseorang yang digadang-gadang
atau diinginkankan menjadi penguasa. Tentunya ini memerlukan biaya yang tidak
sedikit sebagai ongkos politiknya. Pemodal besar/pengusaha/cukong-cukong
mempunyai peran penting sebagai sponsor bagi siapapun yang ingin menjadi
/dijadikan pemimpin. Imbasnya, kepentingan diri sendiri, golongan maupun sponsornya
adalah harga yang harus dibayar oleh pemimpin yang terpilih nantinya.
Dengan demikian pada akhirnya
demokrasi seperti ini tidaklah menjamin kekuasaan dipegang oleh orang-orang
yang berjiwa negarawan, bahkan jauh dari keinginan memakmurkan & mensejahterakan
rakyatnya. Demokrasi ini benar-benar melahirkan penguasa, bukan pemimpin.
Kantong-kantong kemiskinan, kebodohan jadi bagian obyek penting dalam permainan
bahkan boleh jadi ada pemetaan untuk sengaja diciptakan.
Demokrasi seperti ini menempatkan;
Suara terbanyak adalah kemenangan….suara terbanyak adalah kebenaran…
bahkan dengan berani ada yang mengatakan bahwa suara terbanyak adalah suara
Tuhan….. hingga pada akhirnya “kualitas ditikam kuantitas”
RINDU PADA RINDU
Wednesday, March 26, 2014 Diposkan oleh Arul
RINDU
malamku terjaga hembusan angin lirih perlahan
daun-daun berbisik senandung kesunyian
gelisahku menua sebab adamu tak bersama
memaksaku menelan rindu yang smakin terasa.
pada selisih satu jam,
apakah malammu juga demikian?
malamku terjaga hembusan angin lirih perlahan
daun-daun berbisik senandung kesunyian
gelisahku menua sebab adamu tak bersama
memaksaku menelan rindu yang smakin terasa.
pada selisih satu jam,
apakah malammu juga demikian?
(February 11, 2012)
KAPAN
kapan?
kata ini, batu besar dipunggungku
lahir dari mulut-mulut kecil tak berdosa
terus kupikul sampai saat tawa kita dalam satu ruang.
kapan?
tidak hari ini atau besok
usiaku seumur jagung berdiri
baru bernafas lalu berkemas
pulang kerumah kita yg hilang
kapan?
tanyamu disetiap obrolan.
kenakan sabarmu, ajaklah Tuhan temukan jawaban pasti...
kata ini, batu besar dipunggungku
lahir dari mulut-mulut kecil tak berdosa
terus kupikul sampai saat tawa kita dalam satu ruang.
kapan?
tidak hari ini atau besok
usiaku seumur jagung berdiri
baru bernafas lalu berkemas
pulang kerumah kita yg hilang
kapan?
tanyamu disetiap obrolan.
kenakan sabarmu, ajaklah Tuhan temukan jawaban pasti...
(February 11, 2012)
AKU JUGA RINDU
dari sekotak benda yang kugenggam
lirihmu terdengar meski berjarak lautan
diantara tawamu yang sedikit kau paksakan
(kutahu) nafasmu berharap sentuhan
Lelakiku,
aku tak pernah berkata bahwa do'a saja sudah cukup
sebab kau berhak menuntut keinginan
agar sejatinya tak merubah dalam memaknai kata 'satu'
Lelakiku,
sesungguhnya, aku juga rindu
lirihmu terdengar meski berjarak lautan
diantara tawamu yang sedikit kau paksakan
(kutahu) nafasmu berharap sentuhan
Lelakiku,
aku tak pernah berkata bahwa do'a saja sudah cukup
sebab kau berhak menuntut keinginan
agar sejatinya tak merubah dalam memaknai kata 'satu'
Lelakiku,
sesungguhnya, aku juga rindu
(December 18, 2011)
KAMU TETAP LAKI-LAKI
jika kerinduan berubah menjadi air
mata
tak berarti hilang laki-lakimu
menangislah nak....menangis secukupnya
sesudah itu kamu tetap menjadi laki-laki
tak berarti hilang laki-lakimu
menangislah nak....menangis secukupnya
sesudah itu kamu tetap menjadi laki-laki
(December 18, 2011)
bencana
Monday, November 15, 2010 Diposkan oleh Arul
mengingatkan bagaimana cara kita akan dijemput kematian,
bagaimana ditinggal orang-orang yang kita cintai,
dan bagaimana mengelola airmata
yang dapat memaknai kepedulian lebih dalam.
tak perlu ciptakan lagu baru,
suarakan saja puisi-puisi lama
dan bacakan doa-doa yang sudah diwahyukan
sebab semua adalah pengulangan,
semua adalah pengulangan...